Teman tanpa tanda kutip

Kemaren gw ketemuan sama sobat lama gw. My partner in crime 🙂 All of sudden, tiba-tiba dia sms gw dan bilang kalo dia lagi ada masalah. The thing about this person is, dia nggak akan bilang dia punya masalah kalau apapun yang dia hadapi saat itu bukanlah sebuah huge problem. Kebetulan banget saat itu gw lagi berada nggak jauh dan spontaneously memutuskan untuk ketemuan.

Dia cerita, bahwa dia sedang terlibat sebuah kontrak bisnis bermasalah dan ada seorang temennya yang menawarkan bantuan burupa asistensi secara hukum. Sebut aja si temen yang menawarkan bantuan ini bernama “L”. Si L ini dengan segala trik-trik manisnya berhasil membuat sobat gw percaya bahwa dia bener-bener bisa bantu, dan kontrak penunjukan kuasa hukum untuk L dibuat seadanya saja. Kalau dalih L sih karena mereka kan “temen”, jadinya kontrak itu cuma formalitas aja. And there goes the contract.

It then turns out that proses sobat gw dengan kliennya tetap tidak berjalan mulus. Kontrak nggak selesai, dan si kuasa hukum, si L, nggak jadi kerja. Tapi entah apa ini yang namanya temen, sobat gw tetap di-charge sejumlah besar uang sebagaimana tertulis di kontrak “formalitas” yang dulu dia dan L buat. L nggak mau tau pokoknya uang itu harus segera dibayarkan walaupun dia mengakui bahwa kerjaannya juga nggak selesai. Alasannya, “Kita kan temen, dan di kontrak kan udah ada besar bayaran gue…” Hahaha…hubungan pertemanan yang aneh.

Waktu gw tanya kok bisa-bisanya dia percaya sama si L itu, sobat gw cuma bilang, “Yah, gw kira dunia itu sepolos dunia kita, Nay”. Okay, baiklah. I myself juga seringkali berpikir seperti itu. Bahwa the world is a super-friendly place to live. Seseorang yang deket sama gw sering banget marah ke gw untuk alasan ini. Dia selalu bilang, “Nggak semua orang sebaik bayangan kamu”. Sama seperti sobat gw itu, gw percaya kalau kita tulus baik sama orang lain, orang lain juga akan melakukan hal yang sama. But ting tong! Nggak selalu seperti itu 🙂 Dunia ternyata kejam.

Kalau gw inget-inget lagi, looking back kepada hal-hal yang pernah gw alami, memang nggak selalu teman adalah teman yang baik. Gw pernah berteman dekat sama seseorang yang pada akhirnya ketahuan bahwa tujuan dia berteman dengan gw adalah untuk minjem uang. Walah walah. So it was my money he needed, not me. Atau seorang temen yang selalu ada, pas ada kepentingan yang sama. Kalau kepentingannya udah beda, entah kemana perginya haha. Si “temen” yang satu ini pernah bilang ke gw, “A friend in need is a friend indeed”. Sekarang gw baru paham. Jadi maksudnya temenan kalo ada need-nya aja (haha ini pemaknaan lain setelah berbagai hal yang terjadi, dan gw tidak lagi mengartikannya dengan polos ^wink^).

Hmm…jadi inget tulisan Samuel Mulya, columnist Kompas, beberapa minggu yang lalu. I love his writings. Waktu itu dia nulis tentang ANJING, yang loyalitasnya lebih bisa diandalkan daripada manusia. Jadi jangan marah kalo ada yang bilang, “Anjing lo!”, karena sebenarnya itu bisa diartikan sebagai sebuah pujian bahwa lo punya loyalitas. Hahaha…very very nice idea indeed.

Akhirnya gw harus berpikir ulang, bagaimana caranya untuk tau apakah seseorang yang berada deket kita adalah seorang teman atau “teman”. Teman yang pake tanda kutip ini maksudnya teman-teman yang ajaib, orang-orang oportunis yang kerjaannya cuma mencari keuntungan. Mungkin yang yang bisa kita lakukan cuma tindakan preventif aja, jangan terlalu mudah percaya sama orang lain, semanis apapun ucapannya atau semanis apapun mukanya 😀 Semoga kita semua memiliki teman tanpa tanda kutip yang selalu ada, tidak peduli kita sedang berada di sisi roda kehidupan yang manapun, atas ataupun bawah.

Kayak lagunya Nidji, roda memang telah berputaaaar……

-NaY-